Total Tayangan Halaman

Kamis, 23 Oktober 2014

UPACARA DAN LEGENDA KRATON YOGYAKARTA


Upacara Labuhan
                   Upacara Labuhan (laut) yaitu upacara melempar sesaji dan benda-benda kraton ke laut untuk dipersembahkan kepada Penguasa Laut Selatan atau Kanjeng Ratu Kidul, dengan maksud sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta, atas segala kemurahan yang telah diberikan kepada seluruh pimpinan dan rakyat Yogyakarta, serta berharap semoga Kraton Mataram Yogyakarta tetap lestari dan rakyat selalu dapat hidup dengan damai dan sejahtera.
                   Upacara tradisional Labuhan ini bermula sejak zaman Panembahan Senopati di Mataram Kotagede. Panembahan Senopati yang terlibat percintaan dengan Penguasa Laut Selatan itu, kemudian mempunyai gagasan untuk menyelengarakan upacara persembahan sesaji kepada Kanjeng Ratu Kidul di pesisir selatan. Upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilanya dalam memimpin kerajaan Mataram Kotagede.
                   Upacara adat yang merupakan warisan budaya bangsa ini hingga sekarang masih diselenggarakan dan tetap dilestarikan oleh Raja-raja Kesultanan Yogyakarta.
Upacara Labuhan yang digelar oleh kraton ini, selain diselenggarakan di pesisir Selatan, juga diadakan di Gunung Merapi, Gunung Lawu dan Dlepih Kahyangan, Wonogiri (yang disebut terakhir hanya tiap 8 tahun sekali).
Adapun upacara Labuhan ini ada 3 jenis, yaitu :
1.      Labuhan Ageng, diselenggarakan pada peringatan Jumenengan Dalem (HUT Penobatan Raja), yang diadakan tiap 8 tahun sekali pada bulan bakda mulud (Robiul akhir).
2.      Labuhan Tengahan, diselenggarakan pada bulan Bakdamulud, setiap 4 tahun sekali.
3.      Labuhan Alit, diselenggarakan setiap tahun sekali setelah acara perimgatan jumenengan dalem, juga pada Bakdamulud.
                   Benda-benda yang dilabuh yaitu berupa potongan kuku, rambut dan pakaian bekas milik sultan, minyak konyoh, ratus (dupa), uang tindah Rp. 500,- (sebelumnya hanya Rp. 100,-), serta benda-benda lainya. Macam benda yang dilabuh ini tidak sama pada setiap tempat upacara, karena dipersembahkan kepada leluhur yang berbeda pula.
                   Sejak zaman Sri Sultan Hamengku Bowono X ada perubahan sedikit mengenai penyelenggaraan upacara ini. Sebelum Kraton Yogyakarta mengadakan upacara ini 2 kali setiap tahun, yaitu bertepatan dengan Peringatan Tinggalan Dalem (HUT Kelahiran Sultan) dan  peringatan Jumenengan Dalem (HUT Penobatan Raja). Namun Sultan Hamengku Buwono X memerintahkan agar upacara ini diadakan setiap tahun sekali, yaitu bertepatan dengan Peringatan Tingalan Jumenengan Dalem Nata.
                   Khusus Upacara Labuhan di pesisir Selatan ditempatkan di Patilasan Parangkusumo yang terdapat gundukan batu bekas tempat pertemuan antara Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Setelah Hajad Dalem Labuhan dibawa ketepi laut, serta dibacakan do’a oleh Abdidalem Juru Kuci Parangkusumo, selanjutnya benda-benda itu di lemparkan ke laut. Benda-benda yang telah dilabuh dan kembali ke pantai, kemudian diperebutkan oleh masyarakat yang mana benda-benda tersebut dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar