Upacara Labuhan
Upacara
Labuhan (laut) yaitu upacara melempar sesaji dan benda-benda kraton ke laut untuk
dipersembahkan kepada Penguasa Laut Selatan atau Kanjeng Ratu Kidul, dengan
maksud sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta, atas segala kemurahan
yang telah diberikan kepada seluruh pimpinan dan rakyat Yogyakarta, serta
berharap semoga Kraton Mataram Yogyakarta tetap lestari dan rakyat selalu dapat
hidup dengan damai dan sejahtera.
Upacara
tradisional Labuhan ini bermula sejak zaman Panembahan Senopati di Mataram
Kotagede. Panembahan Senopati yang terlibat percintaan dengan Penguasa Laut
Selatan itu, kemudian mempunyai gagasan untuk menyelengarakan upacara
persembahan sesaji kepada Kanjeng Ratu Kidul di pesisir selatan. Upacara
tersebut sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilanya dalam memimpin
kerajaan Mataram Kotagede.
Upacara
adat yang merupakan warisan budaya bangsa ini hingga sekarang masih
diselenggarakan dan tetap dilestarikan oleh Raja-raja Kesultanan Yogyakarta.
Upacara Labuhan yang digelar oleh kraton
ini, selain diselenggarakan di pesisir Selatan, juga diadakan di Gunung Merapi,
Gunung Lawu dan Dlepih Kahyangan, Wonogiri (yang disebut terakhir hanya tiap 8
tahun sekali).
Adapun upacara Labuhan ini ada 3
jenis, yaitu :
1.
Labuhan
Ageng, diselenggarakan pada peringatan Jumenengan Dalem (HUT Penobatan Raja),
yang diadakan tiap 8 tahun sekali pada bulan bakda mulud (Robiul akhir).
2.
Labuhan
Tengahan, diselenggarakan pada bulan Bakdamulud, setiap 4 tahun sekali.
3.
Labuhan
Alit, diselenggarakan setiap tahun sekali setelah acara perimgatan jumenengan
dalem, juga pada Bakdamulud.
Benda-benda
yang dilabuh yaitu berupa potongan kuku, rambut dan pakaian bekas milik sultan,
minyak konyoh, ratus (dupa), uang tindah Rp. 500,- (sebelumnya hanya Rp.
100,-), serta benda-benda lainya. Macam benda yang dilabuh ini tidak sama pada
setiap tempat upacara, karena dipersembahkan kepada leluhur yang berbeda pula.
Sejak
zaman Sri Sultan Hamengku Bowono X ada perubahan sedikit mengenai
penyelenggaraan upacara ini. Sebelum Kraton Yogyakarta mengadakan upacara ini 2
kali setiap tahun, yaitu bertepatan dengan Peringatan Tinggalan Dalem (HUT
Kelahiran Sultan) dan peringatan
Jumenengan Dalem (HUT Penobatan Raja). Namun Sultan Hamengku Buwono X
memerintahkan agar upacara ini diadakan setiap tahun sekali, yaitu bertepatan
dengan Peringatan Tingalan Jumenengan Dalem Nata.
Khusus
Upacara Labuhan di pesisir Selatan ditempatkan di Patilasan Parangkusumo yang
terdapat gundukan batu bekas tempat pertemuan antara Panembahan Senopati dengan
Kanjeng Ratu Kidul. Setelah Hajad Dalem Labuhan dibawa ketepi laut, serta
dibacakan do’a oleh Abdidalem Juru Kuci Parangkusumo, selanjutnya benda-benda
itu di lemparkan ke laut. Benda-benda yang telah dilabuh dan kembali ke pantai,
kemudian diperebutkan oleh masyarakat yang mana benda-benda tersebut dipercaya
bisa mendatangkan keberuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar